Biasanya saya menghindari status seperti ini karena sensitif. Tapi, sesekali okelah.
"Mamas nggak pengen punya topi tauhid? Kaos tauhid gitu? Kan lagi trend."
"Kalo mamas mau masuk wc harus lepas kaos sama topi dulu dong? Adek kan nyuci baju di kamar mandi, terus kaosnya nggak pernah ikut dicuci dong?"
"Oh, terus itu orang-orang gimana dong? Katanya harus dimuliakan? Nggak boleh dibakar? Masa iya nggak boleh mbakar tapi boleh mbawa ke kamar mandi?"
"Nggak usah suudzon, nggak usah mikirin orang lain. Mungkin aja mereka bisa memuliakannya dengan baik, dengan caranya sendiri. Walau pun yaaa.... Yang penting adek jangan ikut rame."
Nah, lalu saya tengok beranda, tengok juga berita aksi bela tauhid kemarin.
Bendera-bendera itu dipakai alas duduk (maaf, dipantati), lalu di mobil bukan dilipat tapi ditaruh sembarang dan terinjak kaki, ada lagi yang untuk tutup kayu bendera di bawah pohon rindang.
Jadi, apakah kita sudah membela dengan aksi yang benar, tindakan yang benar, dan benar-benar memuliakan?
Mohon maaf saya tidak bermaksud mengajak adu argumen atau memancing emosi lagi. Marah karena bendera tauhid dibakar, silakan. Tapi saya dipesani seorang guru.
Bijaklah dalam menegakkan kebajikan.
Saya belum bijak, saya bisanya hanya menilai tindakan orang lain sudah bijak atau belum lalu membuat status.
Beliau lalu menasihati lagi. Kamu sudah diajarkan bahwa kalimat-kalimat itu wajib ditanamkan dalam hati, ucapkan dengan lisan, lalu amalkan dengan perbuatan. Dipakai wirid setiap waktu, mengharap husnul khotimah dengan kalimat itu, lalu terus menerus berusaha hanya Dia saja yang menjadi alasan kita berbuat, dan menjadi tujuan akhir dari hidup kita.
Aksi membakar bendera tauhid dan aksi bela tauhid atau bela bendera tauhid harus kita jadikan pelajaran. Semoga ke depannya bisa lebih bijak dalam bersikap, bertindak, atau mengambil keputusan.
Sumber Facebook
EmoticonEmoticon